
Pe ke r j a memanen nanas cayenne yang beratnya mencapai 1-4 kilogram per buah dengan masa tanam 16 bulan di Buniayu, Subang, Jawa Barat, Rabu ( 13/ 1). Produksi nanas cayenne telah menembus pasar ekspor, antara lain ke Singapura, negara-negara di Timur Tengah, dan Korea Selatan. (Foto:Kompas/Lasti Kurnia)***
Pertanian Perlu Dipacu
Manfaatkan FTA ASEAN-China
SURABAYA - Sejak kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China untuk sektor pertanian diberlakukan, daya saing produk pertanian Indonesia belum menggembirakan. Komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan semakin tertekan.
Pascapercepatan penghapusan atau penurunan tarif komoditas pertanian yang dimulai 1 Januari 2004, neraca perdagangan komoditas yang masuk dalam subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan mengalami defisit yang makin dalam.
Guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, Minggu (17/1) di Jakarta, mengatakan, masalah eksternal seperti kebijakan perdagangan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China memang sudah begitu.
”Kita tidak bisa menghindar kecuali mau mengambil kebijakan ekstrem dan itu sudah diputuskan tidak akan dilakukan. Satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya saing,” ujar Bustanul.
Jika Indonesia mau menyaingi produk China yang bersifat massal, itu sulit dilakukan. Peluang paling mungkin bersaing dalam perdagangan komoditas yang spesifik dan memiliki kekhasan.
Ekspor produk garmen Indonesia ke AS kalah dengan China. Namun, untuk jenis garmen bordiran, produk Indonesia lebih unggul.
Teknologi pertanian lemah
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian, yang juga guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Jember, Rudi Wibowo menyatakan, lemahnya daya saing produk pertanian Indonesia karena lemahnya dukungan teknologi pertanian dalam mendongkrak produktivitas dan penanganan pascapanen.
Hal senada dikatakan guru besar ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar. Teknologi pertanian yang diperlukan adalah yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan petani.
Selain itu, perlu penguatan kelembagaan dan pembangunan infrastruktur lintas komoditas agar produk pertanian lebih berdaya saing dan menekan biaya tinggi.
Dukungan kebijakan fiskal juga diperlukan, seperti pemberian kredit ekspor, subsidi ekspor, ataupun kemudahan izin dan tax holiday.
Berdasarkan data Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, nilai ekspor komoditas hortikultura China ke Indonesia terus meningkat dari 151,61 juta dollar AS (2004) menjadi 440,29 juta dollar AS (2008).
Ekspor komoditas tanaman pangan China juga terus meningkat dari 73,81 juta dollar AS menjadi 137,61 juta dollar AS.
Adapun ekspor komoditas peternakan China naik dari 11,73 juta dollar AS menjadi 21,72 juta dollar AS.
Menteri Pertanian Suswono menjelaskan, meski tekanan komoditas impor meningkat, komoditas perkebunan ekspor Indonesia ke China justru mengalami peningkatan. (MAS)***
Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:34 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar