Minggu, 08 Agustus 2010

Kerajinan Akar Keladi Air Populer di Malaysia

PROFIL USAHA

Kerajinan Akar Keladi Air Populer di Malaysia

Rahmidar (40), perajin akar keladi air. (KOMPAS/A HANDOKO)***

Oleh Agustinus Handoko

Keladi air adalah tanaman liar yang tumbuh merambat di hutan-hutan Kalimantan Barat, terutama di rawa-rawa. Sejak lama akarnya hanya digunakan oleh penduduk untuk mengikat kayu-kayu. Kerajinan ini sekarang sudah dikenal hingga ke Kuching, Negara Bagian Serawak, Malaysia.

Di tangan Ny Rahmidar (40), akar keladi air itu tidak saja bisa mendatangkan rupiah, tetapi juga memberdayakan para pengangguran, terutama dari kalangan ibu rumah tangga.

Dari kerja kerasnya, Rahmidar berhasil memopulerkan kerajinan akar keladi air, bahkan hingga ke Kuching. Perkenalan dia dengan akar keladi air terjadi setelah menjadi pengungsi kerusuhan sosial di Kabupaten Sambas sekitar Mei tahun 1999.

”Bisa dibilang saya tak sengaja menekuni kerajinan akar keladi air ini. Waktu itu saya kebingungan karena tidak memiliki pekerjaan lalu belajar membuat kerajinan,” jelas Rahmidar.

Sebelum kerusuhan sosial di Sambas, Rahmidar berdagang di Pemangkat, Sambas. Pascakerusuhan sosial yang dipicu oleh sentimen etnis, Rahmidar dan suaminya sempat mengungsi selama tiga hari ke tempat penampungan.

Karena konflik terus berlanjut, Rahmidar memilih pulang ke rumah ibunya di Tanjung Hulu, Pontianak Timur, Kalbar. Di sana Rahmidar belajar membuat kerajinan dari akar keladi air pada kerabatnya.

”Awalnya saya membuat anyaman untuk tempat telur dan dijual Rp 200 per buah ke pasar-pasar di Pontianak. Kalau sekarang, barang itu harganya Rp 1.500,” ujar Rahmidar.

Beberapa bulan menekuni anyaman untuk barang-barang kecil, Rahmidar lalu mulai membuat anyaman agak besar, seperti topi, tas, dan tempat buah. ”Saya masih menitipkan ke beberapa toko di pasar-pasar tradisional sebelum akhirnya mendapat bantuan permodalan,” tuturnya.

Bantuan permodalan

Berbekal kemampuannya menganyam akar keladi air, Rahmidar mengikuti pelatihan usaha kecil yang diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar pada awal tahun 2000.

Dari pelatihan itu, Rahmidar juga mendapatkan bantuan permodalan dari PT Pupuk Kaltim sebesar Rp 6 juta. ”Bunga pinjaman permodalan itu hanya sekitar 6 persen per tahun dan bisa dicicil hingga dua tahun. Bantuan modal lunak itu saya pakai untuk membeli bahan baku dan membuat tempat usaha sederhana,” tuturnya.

Sebelum mendapat bantuan modal, Rahmidar menganyam akar keladi air di rumah orangtuanya. Sebagian bantuan modal itu lalu digunakan untuk membangun tempat usaha sekaligus rumah tinggal dengan dinding papan.

Bantuan permodalan itu ternyata mampu mengatrol usaha kerajinan yang digeluti Rahmidar. Pesanan yang terus berdatangan membuat Rahmidar harus merekrut tiga karyawan.

Kerajinan yang dibuat juga makin bervariasi, seperti kap lampu, tempat hidangan berbentuk bebek, kipas, tempat buah, hantaran untuk perkawinan, dan tempat bingkisan.

Kerajinan akar keladi air juga makin populer karena Rahmidar sering diajak ikut pameran di beberapa kota. Pesanan juga datang dari Kuching, Negara Bagian Serawak, Malaysia.

Karena tuntutan usaha, Rahmidar akhirnya menerima tawaran bantuan permodalan dari Bank Kalbar sebesar Rp 50 juta dengan masa pengembalian dua tahun. Pinjaman dengan bunga 12 persen per tahun itu juga berhasil meningkatkan volume usaha kerajinan akar keladi air.

Pada tahun 2002, Rahmidar tercatat memiliki 50 karyawan di tempat usaha di Villa Ria Indah, Tanjung Hulu, Pontianak Timur. ”Waktu itu, keuntungan setiap bulan mencapai Rp 20 juta,” kata Rahmidar.

Mengembangkan usaha

Sambil mengembangkan usahanya, Rahmidar memelopori Kelompok Usaha Bersama (KUB) Plamboyan. KUB Plamboyan beranggotakan ibu-ibu rumah tangga yang ingin belajar menganyam akar keladi air. Di KUB Plamboyan, Rahmidar mentransfer keahliannya menganyam akar keladi air sekaligus mengajarkan manajemen usaha.

Untuk mengajarkan keahlian menganyam secara turun-temurun, Rahmidar meminta semua karyawan dan anggota KUB Plamboyan untuk menganyam di rumah.

Tujuannya, agar anak-anak perempuan bisa ikut belajar. ”Usaha saya berhasil. Sekarang, para penganyam umumnya merupakan generasi kedua setelah orangtua mereka. Ini menjadi pencapaian yang luar biasa karena mereka tak perlu lagi takut akan menjadi pengangguran,” tutur Rahmidar.

Sejak tahun 2005, popularitas kerajinan anyaman keladi air mulai surut karena terjadi gelombang krisis keuangan. Namun, Rahmidar tidak terlalu khawatir karena usahanya tetap jalan walaupun keuntungannya berkurang.

”Saya juga tak terlalu khawatir karena anggota KUB Plamboyan bisa mandiri. Karyawan saya walaupun jumlahnya berkurang menjadi 20 orang, semuanya tetap bisa mendapat pemasukan rutin setiap bulan,” tutur Rahmidar.

Kerajinan akar keladi air milik Rahmidar dibanderol paling mahal Rp 80.000 untuk tas dan kerajinan sejenis yang agak besar. Untuk tempat buah dan hantaran perkawinan atau kerajinan sejenis yang tidak terlalu besar, harganya hanya Rp 30.000 per buah. Sementara untuk kerajinan seperti kipas hanya Rp 15.000 per buah.

Kendati volume usaha turun, akar keladi air tetap diminati konsumen. Konsumen umumnya menyukai kerajinan akar keladi air karena bentuk akarnya kecil sehingga bisa dibuat untuk kerajinan yang membutuhkan detail. Akar keladi air juga kuat dan lentur.

Akar keladi air umumnya diperoleh dari penampung yang mendapatkan dari penduduk yang masuk ke dalam hutan. Akar keladi air yang didapat dari hutan dikupas kulitnya, lalu dijemur. Bagian dalam akar keladi air inilah yang menjadi bahan dasar kerajinan. Dari ketekunannya, Rahmidar berhasil membuka usaha baru di bidang material bangunan. Rumahnya yang dulu sederhana sekarang sudah jadi rumah permanen.***

Source : Kompas, Sabtu, 31 Juli 2010 | 03:59 WIB

0 Comments:

 

Site Info

free counters

Followers

bisnisreang@yahoo.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template