Sabtu, 31 Juli 2010

Ledakan Gas : Rakyat Menginginkan Keamanan

Ledakan Gas

Rakyat Menginginkan Keamanan

Keluarga Turmudi kini takut berdekatan dengan kompor gas. Keluarga miskin yang tinggal di Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Cirebon, ini memilih memakai kompor minyak tanah.

Dari awal, Turmudi (55) memang mengaku tak bisa memakai kompor gas. "Bli isa nganggoe, Nok (Tidak bisa memakainya, Nak)," kata buruh tani dan pengangon bebek ini, Kamis (29/7) sore.

Kekhawatiran serupa dirasakan Sutirah (65), warga Dukuh Kapetakan. Ia malah tak memakai kompor gas sejak awal dibagikan, dua tahun lalu. Kompor itu masih tersimpan di lemarinya.

Sutirah, janda yang masih bekerja sebagai buruh tani, pun terpaksa menyisihkan Rp 8.000 per dua hari untuk membeli minyak tanah guna memasak nasi, singkong, atau menggoreng ikan asin. Harga Rp 8.000, bagi Sutirah, tidak murah. Sebab, dengan uang itu ia bisa membeli 1 kilogram beras kualitas premium. Harga beras eceran di Cirebon saat ini Rp 6.000-Rp 6.500 per kg. Adapun pendapatan Sutirah sekitar Rp 25.000 per hari. Itu pun jika ada garapan di sawah.

Proyek penggantian kompor berbahan bakar minyak dengan gas di Kota/Kabupaten Cirebon dan Indramayu diawali tahun 2008-2009. Secara bertahap tabung elpiji ukuran 3 kg mulai disebar. Tidak hanya warga yang mendapatkannya, tetapi juga pedagang kecil.

Menurut sejumlah pengguna, kompor gas lebih irit. Ny Ratna, pedagang gorengan di Jalan Cipto Cirebon, mengaku hanya mengeluarkan Rp 30.000 untuk bahan bakar setiap bulan. Ini jauh lebih irit dibandingkan dengan kompor minyak tanah yang bisa menghabiskan Rp 40.000 per bulan. Saat itu harga minyak tanah Rp 3.500 per liter.

Namun, irit ternyata tidak membuat hidup warga tenang. Berbagai peristiwa ledakan gas dari regulator tabung 3 kg membuat sebagian dari mereka beralih kembali ke kompor minyak tanah.

Rusak

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon, pekan lalu, memeriksa sejumlah stasiun pengisian bahan bakar gas di Cirebon. Hasilnya, ditemukan 1.674 tabung rusak, sedangkan tabung tanpa Standar Nasional Indonesia 1.261 unit. Setidaknya, dari 10.000 tabung yang diedarkan, 3 persen rusak karena benturan dan sebagainya. Tabung-tabung itu akan ditarik dan diganti dengan yang baru.

Namun, penggantian tabung bukan jaminan rakyat bisa aman. Karena, selain tabung, regulator dan selang bisa menjadi faktor meledaknya tabung gas, dan hingga kini belum ada solusinya.

Sampai saat ini Sutirah atau Turmudi yang tak pernah diajari mengenal kompor, selang, dan regulator tabung yang baik memilih menggunakan kompor minyak tanah yang tak murah lagi. Mereka tak mau bertaruh nyawa menjadi percobaan regulasi pemerintah yang tak matang. (Siwi Yunita Cahyaningrum) ***

Source : Kompas, Jumat, 30 Juli 2010 | 19:16 WIB

0 Comments:

 

Site Info

free counters

Followers

bisnisreang@yahoo.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template