Jumat, 22 Januari 2010

Presiden Direktur PT. Astra International Tbk, Michael Dharmawan Ruslim, wafat

UCAPAN DUKA CITA

Inna Lillahi Wa Inna Ilahi Rojiun

Kami segenap Direksi dan Karyawan CV. MAJU TERUS

Menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam atas wafatnya

Bapak MICHAEL DHARMAWAN RUSLIM

Presiden Direktur PT. Astra International Tbk

Dalam usia 56 tahun

Pada hari Rabu, tanggal 20 Januari 2010, pukul 07.05 WIB

di Rumas Sakit Mount Elizabeth, Singapura


Semoga Amal Ibadah Almarhum diterima di sisi Allah Subhanah Wa Ta’ala

dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran.

*********************************************************************************


UCAPAN DUKA CITA

Inna Lillahi Wa Inna Ilahi Rojiun


Kami segenap Direksi dan Karyawan :

Satimterus.blogspot.com

Pendopoindramayu.blogspot.com

Lingkunganglobal.blogspot.com

Bisnisreang.blogspot.com

Ruswantoadipradana.blogspot.com

Hutbunindramayu.blogspot.com


Menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam atas wafatnya

Bapak MICHAEL DHARMAWAN RUSLIM

Presiden Direktur PT. Astra International Tbk


dalam usia 56 tahun

Pada hari Rabu, tanggal 20 Januari 2010, pukul 07.05 WIB

Di Rumas Sakit Mount Elizabeth, Singapura


Semoga Amal Ibadah Almarhum diterima di sisi Allah Subhanah Wa Ta’ala

dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran.

Senin, 18 Januari 2010

Pertanian Perlu Dipacu Manfaatkan FTA ASEAN-China

NANAS CAYENNE, SUBANG

Pe ke r j a memanen nanas cayenne yang beratnya mencapai 1-4 kilogram per buah dengan masa tanam 16 bulan di Buniayu, Subang, Jawa Barat, Rabu ( 13/ 1). Produksi nanas cayenne telah menembus pasar ekspor, antara lain ke Singapura, negara-negara di Timur Tengah, dan Korea Selatan. (Foto:Kompas/Lasti Kurnia)***

Pertanian Perlu Dipacu

Manfaatkan FTA ASEAN-China

SURABAYA - Sejak kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China untuk sektor pertanian diberlakukan, daya saing produk pertanian Indonesia belum menggembirakan. Komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan semakin tertekan.

Pascapercepatan penghapusan atau penurunan tarif komoditas pertanian yang dimulai 1 Januari 2004, neraca perdagangan komoditas yang masuk dalam subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan mengalami defisit yang makin dalam.

Guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, Minggu (17/1) di Jakarta, mengatakan, masalah eksternal seperti kebijakan perdagangan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China memang sudah begitu.

”Kita tidak bisa menghindar kecuali mau mengambil kebijakan ekstrem dan itu sudah diputuskan tidak akan dilakukan. Satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya saing,” ujar Bustanul.

Jika Indonesia mau menyaingi produk China yang bersifat massal, itu sulit dilakukan. Peluang paling mungkin bersaing dalam perdagangan komoditas yang spesifik dan memiliki kekhasan.

Ekspor produk garmen Indonesia ke AS kalah dengan China. Namun, untuk jenis garmen bordiran, produk Indonesia lebih unggul.

Teknologi pertanian lemah

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian, yang juga guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Jember, Rudi Wibowo menyatakan, lemahnya daya saing produk pertanian Indonesia karena lemahnya dukungan teknologi pertanian dalam mendongkrak produktivitas dan penanganan pascapanen.

Hal senada dikatakan guru besar ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar. Teknologi pertanian yang diperlukan adalah yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan petani.

Selain itu, perlu penguatan kelembagaan dan pembangunan infrastruktur lintas komoditas agar produk pertanian lebih berdaya saing dan menekan biaya tinggi.

Dukungan kebijakan fiskal juga diperlukan, seperti pemberian kredit ekspor, subsidi ekspor, ataupun kemudahan izin dan tax holiday.

Berdasarkan data Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, nilai ekspor komoditas hortikultura China ke Indonesia terus meningkat dari 151,61 juta dollar AS (2004) menjadi 440,29 juta dollar AS (2008).

Ekspor komoditas tanaman pangan China juga terus meningkat dari 73,81 juta dollar AS menjadi 137,61 juta dollar AS.

Adapun ekspor komoditas peternakan China naik dari 11,73 juta dollar AS menjadi 21,72 juta dollar AS.

Menteri Pertanian Suswono menjelaskan, meski tekanan komoditas impor meningkat, komoditas perkebunan ekspor Indonesia ke China justru mengalami peningkatan. (MAS)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:34 WIB

Persaingan Meubel Lokal dengan Produk Impor

Mebel Lokal

Pekerja memasang kaca pada meja dari kayu jati di salah satu stan produsen mebel lokal pada pameran mebel di Jakarta Convention Center, Sabtu (16/1). Produsen mebel lokal masih optimistis menghadapi persaingan dengan produk impor, terutama dari China. Mereka berasumsi produk lokal masih unggul dalam model dan kualitas. (Foto:Kompas/Riza Fathoni)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010

Inpres Nomor 7 Tahun 2010 tentang Kebijakan Perberasan

BUSTANUL ARIFIN. (Foto : TOK)***

ANALISIS EKONOMI

Keterbukaan dan Kekakuan Birokrasi

Oleh BUSTANUL ARIFIN

Sebagaimana siklus tahunan, pada Desember-Januari harga beras pasti naik, kadang sangat signifikan karena volume suplai yang berkurang. Musim panen beras diperkirakan baru mulai bulan Maret karena hujan agak terlambat sehingga waktu tanam pun terlambat. Pemerintah pasti paham betul siklus tahunan ini sehingga keseimbangan penawaran dan permintaan beras di seluruh Indonesia sangat ditentukan oleh pengelolaan stok beras.

Inpres Nomor 7 Tahun 2010 tentang Kebijakan Perberasan telah memberi mandat kepada segenap instansi pusat dan daerah melalui Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk menetapkan kebijakan stabilisasi harga beras domestik.

Dengan demikian, diskusi publik bisa lebih produktif, dengan tidak terlalu mempersoalkan angka batas besaran kenaikan beras; apakah di atas 25 persen atau kurang, yang sering dijadikan basis pengambilan keputusan untuk operasi pasar. Diskusi bisa diarahkan pada peningkatan konfidensi pemerintah sehingga mampu menenangkan rakyat, menjaga psikologi pasar beras, atau mengurangi spekulasi para pemburu rente.

Pemerintah menggunakan argumen, kenaikan harga beras hanya 7,41 persen selama sebulan terakhir walaupun mengakui terjadi kenaikan 12,36 persen dibandingkan Januari 2009. Beberapa media nasional memberitakan telah terjadi kenaikan harga beras kualitas medium (IR 64 dan sejenisnya) sekitar Rp 1.000 rupiah per kilogram atau di atas 25 persen dibandingkan dengan harga bulan September 2009 (Kompas 14/1/2010).

Jika argumen terlalu terpaku pada persoalan teknis penghitungan tingkat kenaikan, perdebatan akan melebar sampai pada metodologi pengambilan data, jumlah sampel observasi, penghitungan rata-rata kenaikan, batas simpangan baku yang dibenarkan, dan seterusnya. Sementara harga beras terus naik dan mempersulit akses masyarakat terhadap pangan, terutama masyarakat miskin.

Berikut dibahas beberapa faktor strategis dalam fenomena kenaikan harga beras tahun ini serta jalan keluar yang seharusnya diambil pemerintah. Pertama, keterbukaan informasi stok beras yang dikelola pemerintah melalui Bulog yang kini mencapai 1,6 juta ton. Jumlah tersebut termasuk cadangan beras pemerintah sebanyak 526.000 ton, yang seharusnya selalu siap dimobilisasi untuk menstabilkan harga beras.

Saat ini pedagang dan spekulan beras tengah mencermati akurasi informasi stok sambil menunggu informasi lain yang relevan untuk menyesuaikan perencanaan stok dan volume perdagangan beras yang dikehendaki.

Ketika harga beras dunia amat liar pada 2008 dan 2009, Indonesia mampu meredam kenaikan harga beras di dalam negeri karena ”keberhasilan” Bulog mengelola stok beras domestik, kekuatan jaringan Bulog dengan pedagang swasta, dan faktor dukungan produksi padi yang memadai.

Tindakan spekulasi dan penimbunan beras dapat dihindari karena harga di pasar internasional sangat tinggi. Apabila pada musim tanam (paceklik) tahun ini pemerintah dan Bulog mampu melakukan minimal sama dengan 2009, kenaikan harga yang lebih tinggi pasti dapat dihindari.

Persoalannya, saat ini produksi padi yang diperkirakan 63,8 juta ton gabah kering giling atau 38 juta ton beras mungkin akan turun. Laporan dari Departemen Pertanian AS, 13 Januari 2010, memuat estimasi produksi beras dunia 2009/2010 mencapai 434,7 juta ton atau sekitar 3 persen dari produksi 2008/2009. Penyebabnya, penurunan produksi di Brasil, India, Indonesia, dan Filipina karena iklim ekstrem pada pertengahan 2009. Adapun produksi beras AS meningkat sampai 7 juta ton karena pertambahan produktivitas yang cukup pesat.

Produksi beras Indonesia diperkirakan turun 600.000 ton, atau maksimum mencapai 37,4 juta ton, karena dampak musim kering 2009. Estimasi ini tidak jauh beda dari perkiraan penulis (Kompas, 27/7/2009).

Masalah manajemen

Apabila pemerintah dan Bulog sengaja menyimpan informasi stok beras yang sebenarnya untuk tujuan mengurangi kepanikan pasar, mungkin tindakan itu masih dapat dibenarkan. Taruhannya adalah ketika volume beras yang diperdagangkan di pasar semakin tipis dan stok beras yang dikuasai Bulog semakin habis, kenaikan harga beras dapat lebih dahsyat.

Pada bulan Januari ini, Bulog nyaris tidak melakukan pengadaan beras dari gabah petani sehingga harga beras sangat ditentukan oleh volume keseimbangan penawaran dan permintaan di lapangan. Pada kondisi ini, pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat dengan segera menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang estimasi produksi sebagai gambaran kemampuannya mengelola stok beras di dalam negeri.

Kedua, harga keseimbangan beras di dalam negeri sangat terkait dengan tekanan permintaan beras dari kelompok rumah tangga miskin dan menengah. Jika penyaluran beras kepada kelompok miskin normal, mereka cukup mengandalkan pasokan beras dari program beras untuk rakyat miskin (raskin).

Namun, ketika penyaluran raskin terhambat karena persoalan birokrasi di tingkat pusat, kelompok miskin (dan menengah) terpaksa membeli beras secara komersial. Pada siklus berikutnya, tambahan tekanan permintaan ini—apalagi pada kondisi stok beras yang kritis—dapat mengerek harga keseimbangan beras ke atas.

Pada tahun ini pemerintah dan anggota parlemen sepakat mengurangi jumlah rumah tangga sasaran (RTS) penerima raskin, dari 18,5 juta menjadi 17,5 juta. Volume beras yang disalurkan pun dikurangi dari 15 kg menjadi 13 kg per bulan karena pagu subsidi pangan menurun dari sekitar Rp 13 triliun pada APBN-Perubahan Tahun 2009 menjadi Rp 11,84 triliun pada APBN 2010.

Pemerintah daerah yang selama ini menjadi ujung tombak penyaluran raskin dari titik distribusi sampai ke RTS tampak tidak mau mengambil risiko karena panduan pelaksanaan perubahan kebijakan itu belum jelas. Pada kondisi seperti ini, operasi pasar mungkin hanya bermanfaat untuk meredam kenaikan harga beras lebih tinggi, tetapi tidak memecahkan persoalan manajemen stok beras dan keseimbangan logistik.

Apakah seharusnya Bulog segera melakukan operasi pasar? Boleh saja. Paling tidak itu bermanfaat untuk mengelola faktor psikologis pasar dan menghindari spekulasi beras dari para pemburu rente. Namun, yang lebih penting adalah pembenahan birokrasi kebijakan beras dari pusat sampai daerah, berikut peningkatan kapasitas pelaku administrasi di lapangan. Inilah esensi besar harapan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada masa 100 hari yang sangat kritis ini.***

Bustanul Arifin, Guru Besar Universitas Lampung;

Proffessorial Fellow di Intercafe dan MB-IPB

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:05 WIB

Impor ”Murah” Bukanlah Kerugian Berbobot Mati

Mengejar Pasar sampai ke China

Oleh Djisman Simandjuntak

Dalam kontras dengan keraguan atau bahkan perlawanan terhadap Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China di antara aneka kalangan di Indonesia, pesta meriah digelar, 7-9 Januari 2010 di Nanning, Guangxi, oleh Pemerintah China dengan menghadirkan tamu-tamu pejabat dan pengamat dari Asia Tenggara.

Dukungan terhadap Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA) menggema di acara itu. Eric Mashkin, pemenang Nobel Ekonomi 2007, memang menekankan perdagangan bebas bukan obat mujarab. Keberhasilannya bagi setiap negara dan kelompok ditentukan reformasi domestik. Namun, pesta itu memancarkan suasana optimistik. Tak henti-henti para pembicara menyebut, ACFTA adalah kawasan perdagangan regional terbesar di dunia dengan penduduk 1,9 miliar dan pertumbuhan pendapatan tertinggi.

Perdagangan Indonesia-China, yang tahun 1998 ditandai surplus Indonesia, mengalami pembalikan memprihatinkan. Tahun 2008 ekspor China ke Indonesia sudah melebihi impornya dengan 20 persen. Dalam barang-barang yang mendominasi perdagangan dunia ekspor China ke Indonesia sebagai kelipatan impor tidak kurang dari 2,35 untuk barang kimia, 3,9 untuk hasil industri pengolahan dasar, 3,4 untuk mesin dan alat pengangkutan dan telekomunikasi, serta 6,9 untuk hasil-hasil aneka industri.

Bahwa kelipatan itu 0,04 dalam bahan mentah nonpangan, 0,35 dalam bahan bakar fosil, dan 0,001 dalam minyak nabati, adalah hiburan kecil saja. Kebangkitan China menjadi negara niaga kedua terbesar dunia setelah hibernasi sekitar 550 tahun menimbulkan ombak dan riak yang menghempas kuat di Indonesia. Namun, angka itu tidak membenarkan strategi burung unta.

Impor ”murah” bukanlah kerugian berbobot mati. Bagi konsumen ia mendatangkan keuntungan kesejahteraan, terutama konsumen pendapatan rendah. Bahwa rakyat miskin Indonesia mampu membeli pesawat seluler, komputer, dan permainan komputer, untuk sebagian adalah karena impor ”murah” dari China.

Bahwa impor itu tidak dapat dibayar terus-menerus dengan devisa asal pengurasan alam, utang luar negeri, dan investasi asing di Indonesia, adalah pengetahuan umum. Cepat atau lambat ekspor adalah imperatif bagi ekonomi yang mengimpor. Masalah perdagangan Indonesia-China terletak tidak dalam lonjakan impor Indonesia, tetapi kemandekan ekspor.

Jika lonjakan impor dipandang sebagai masalah, ACFTA tak serta-merta harus dikambinghitamkan. Margin preferensi yang disediakan Indonesia dalam ACFTA tipis, yaitu selisih tarif most favored nation (MFN) dengan tarif ACFTA. Tarif MFN terapan Indonesia sudah turun menjadi 8,5 persen untuk hasil pertanian dan 6,7 persen untuk nonpertanian berkat maraton deregulasi sejak 1986.

Hanya 2,7 persen posisi tarif Indonesia yang masih dilindungi dengan bea masuk di atas 15 persen. Bebas bea MFN bahkan berlaku bagi hampir 24 persen posisi. Lagi pula, margin tipis belum tentu dimanfaatkan pengimpor karena tingkatnya kecil, tak terpenuhinya persyaratan kandungan lokal bagi sertifikasi keterangan asal barang, dan biaya sertifikat jika persyaratan kandungan lokal dipenuhi. Pemacu ekspor China ke Indonesia adalah biaya rendah yang sulit ditandingi, pengalihan ekspor beberapa negara, seperti Jepang, Korsel, dan Taiwan ke China.

Sekitar setengah ekspor China adalah ”ekspor pengolahan” yang pada gilirannya sekitar 80 persen dikuasai perusahaan asing. Di pihak lain impor Indonesia dari China dihela juga pertumbuhan ekonomi yang lumayan kuat dan persaingan yang menajam di pasar Indonesia di buritan krisis 1998 yang memaksa produsen, distributor, dan pengecer memburu harga rendah.

Sekali lagi patut ditekankan, defisit Indonesia dalam perdagangan dengan China adalah bagian dari mukjizat perniagaan China yang berskala global daripada regional seperti ACFTA. Mukjizat itulah yang sering disebut sebagai peristiwa terpenting pada ujung abad ke-20 dan awal abad ke-21. Dua tahun sejak pengumuman ”Empat Modernisasi RRC” 1978 pangsa China dalam ekspor dunia hanya 0,89 persen, sementara Indonesia 1,1 persen.

Sejak itu pangsa Indonesia turun terus menjadi 0,86 persen pada 2008 meskipun membaik jadi 0,97 persen dalam sembilan bulan pertama 2009, sementara pangsa China naik terus jadi 8,9 persen dan 9,2 persen. Pertanyaan besar yang harus dijawab Indonesia adalah replikasi mukjizat perniagaan China. Kebijakan perdagangan yang bertolak dari pembatasan impor seperti tersirat dalam kritik terhadap ACFTA cepat atau lambat akan bermuara dalam implosi.

Pelajaran penting

Memenangi hati konsumen China sudah menjadi ramuan wajib bagi terpeliharanya kemakmuran banyak bangsa. Dengan pangsa dalam impor dunia yang naik dari 0,89 persen pada 1980 menjadi 6,9 persen pada 2008 dan 7,5 persen dalam sembilan bulan pertama 2009, China adalah pasar yang lukratif dan tidak tergantikan, terutama bagi negara yang berikhtiar melomba seperti Indonesia.

Dalam sejarah perdagangan purba dan modern negara pelaku utama datang dan pergi silih berganti. Keunggulan China yang memang sangat kuat dewasa ini dalam perdagangan produk industri cepat atau lambat akan menipis. Kenaikan upah China adalah yang tercepat di dunia dewasa ini. Struktur ekspor China sudah sedang berubah. Produk-produk padat upah rendah sudah melandai memberi jalan bagi produk-produk yang padat upah tinggi. ”Growth rebalancing” dalam arti penguatan permintaan dalam negeri dalam permintaan total akan bekerja sebagai angin buritan bagi impor China. ACFTA menyediakan bagi ASEAN, termasuk Indonesia, penghela tambahan dalam pemanfaatan pasar China.

Mukjizat perniagaan China mengandung banyak pelajaran berharga yang menyangkut visi negara perniagaan, pengurutan (sekuensi) kebijakan perdagangan dan investasi, perencanaan ruang (spatial), pemupukan pengetahuan dan keahlian berfaedah komersial dengan mengirim warga hingga ke ujung bumi, reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi dan pragmatisme, semuanya tertenun membentuk ”Model China 21” sebagai desain dominan dalam keragaman ekonomi dunia milenium sekarang menyusul Model Jepang, Model Amerika, dan Eropa. ***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:21 WIB

Multimedia Definisi Tinggi dalam Komputer Minimalis


NETTOP. (Foto:Kompas/Rene L Pattiradjawane)***

NETTOP

Multimedia Definisi Tinggi dalam Komputer Minimalis

Bagi kebanyakan orang, kehadiran komputer jinjing khususnya kategori netbook menjadi pilihan menarik karena harga yang ditawarkan sangat terjangkau dan mengubah secara drastis persaingan industri komputer pada umumnya. Tidak ada perusahaan komputer yang tidak menawarkan netbook dalam daftar produknya.

Persoalannya, dalam era digitalisasi, multimedia, serta pesatnya aktivitas jejaring digital sosial, sering kali netbook tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan yang lebih luas, terutama terkait dengan aktivitas multimedia. Secara perlahan, digitalisasi dan multimedia sekarang bergerak secara cepat, khususnya video, menuju ke tayangan definisi tinggi.

Berbagai video definisi tinggi dalam format HD maupun Bluray sekarang banyak tersedia, dan menjadi tontonan yang mengasyikkan, karena kemampuan video definisi tinggi yang secara jernih dan tajam menayangkan berbagai adegan menjadi lebih realistis. Dan netbook atau komputer jinjing di luar kategori itu memiliki persoalan karena memang tidak dirancang untuk keperluan definisi tinggi.

Keperluan digitalisasi

Dari berbagai perusahaan komputer di dunia, mulai dari multinasional sampai perusahaan yang mulai berusaha untuk mengembangkan merek sendiri, mulai bermunculan konsep baru untuk menyambut era digitalisasi definisi tinggi. Salah satu di antaranya adalah Manli Technology Company Limited, perusahaan asal RRC yang berbasis di Shenzhen, yang memperkenalkan konsep Nettop, komputer keperluan desktop untuk mengakses jaringan internet.

Produk Manli (diterjemahkan sebagai 10.000 kecantikan) yang disebut T1 ini memang mampu menerjemahkan kecantikan yang beribu-ribu itu dalam konsep desain komputer desktop yang futuristik serta pilihan komponen yang andal untuk dijadikan sebagai perangkat untuk berbagai keperluan digitalisasi.

Manli T1 Nettop menggunakan prosesor Dual Core Atom 330 buatan Intel Corporation dengan kecepatan komputasi mencapai 1,66 GHz serta dibungkus dengan cip prosesor grafik yang andal bagi keperluan multimedia definisi tinggi Nvidia ION (IGP9400) yang mampu menghadirkan format 1080p dengan resolusi 1.920 x 1.200 piksel.

Prosesor yang menghadirkan empat inti dan Nvidia ION adalah kombinasi yang akan menjadi tren untuk tahun ini. Penggunaan prosesor Atom jelas menghemat energi karena konsumsi catu listrik yang rendah, dan penggunaan Nvidia ION tidak hanya mampu menayangkan video digital definisi tinggi, tetapi mengasyikkan dalam penggunaan permainan komputer dalam tiga dimensi.

Manli T1 yang memiliki berat kurang dari 1 kg ini pun dirancang secara futuristik dengan dimensi 190 x 150 x 25 mm yang tidak lebih tebal dari buku yang ada di rak kita. Kapasitas memori yang bisa ditambah sampai dengan 4 GB DDR2, Manli T1 juga memiliki berbagai koneksi jaringan LAN 10/100 atau nirkabel 802.11 b/g memberikan kemudahan untuk mengakses jaringan di mana saja.

Kinerja tinggi

Manli T1 Nettop memang dirancang untuk memenuhi kebutuhan multimedia definisi tinggi, seperti tersedianya koneksi high definition multimedia interface (HDMI) serta koneksi video graphic adaptor (VGA) yang memungkinkan untuk menggunakan dua monitor definisi tinggi 1080p secara bersamaan.

Selain itu, mereka yang memilih Manli T1 Nettop juga memiliki kapasitas penyimpanan digital hard disk yang besar sampai dengan 250 GB. Atau, ada juga pilihan untuk menggunakan hard disk jenis baru yang lebih cepat solid state disk (SSD) atau memori kualitas tinggi buatan Corsair.

Kombinasi komponen motherboard Manli serta penggunaan SSD dan memori Corsair, menjadikan Manli T1 ini tidak hanya menjalankan fungsi komputer yang nyaman, cepat, dan bisa diandalkan, tetapi juga sebagai sentra media digital yang menayangkan berbagai video digital definisi tinggi.

Sebagai komputer yang ditempatkan di meja kerja atau belajar, Manli T1 Nettop akan memuaskan siapa saja yang menggunakan. Penggunaan sistem operasi Windows 7 terbaru buatan Microsoft akan mengubah perspektif orang-orang jejaring digital yang sudah tidak lagi sabar menunggu kemampuan komputasi komputer yang digunakan.

Kehadiran Manli T1 Nettop adalah konsepsi awal untuk menghadirkan multimedia digital definisi tinggi yang harganya terjangkau. Rancangan minimalis yang futuristik juga akan menarik minat siapa saja yang menggunakannya, karena berukuran ringkas, ternyata mampu menghadirkan kinerja tinggi untuk menghadirkan dimensi multimedia digital yang akan menjadi tren penting dalam waktu dekat ini. (rlp)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:01 WIB

Kembali ke Masa Lalu Teleponi

PONSEL MODERN. (Foto:Kompas/Rene L Pattiradjawane)***

TEKNOLOGI INFORMASI

Kembali ke Masa Lalu Teleponi

Oleh Rene L Pattiradjawane

Perkembangan ponsel tidak ada yang mampu memprediksi, khususnya berkaitan dengan perangkat ponsel itu sendiri. Banyak yang mengira ponsel akan menggantikan peran komputer dalam melakukan berbagai pekerjaan komputasi seperti yang dijanjikan prosesor Snapdragon buatan Qualcomm sebagai kombinasi kinerja prosesor dan optimasi tenaga baterai yang canggih ketimbang yang ada di pasaran.

Banyak yang melihat chipset Snapdragon adalah generasi baru masa depan perangkat bergerak, menggabungkan kemampuan pita lebar seluler 3G, nirkabel, Bluetooth, dan GPS dalam sekeping prosesor. Akan banyak perangkat ponsel yang berubah menjadi ponsel cerdas, memiliki fitur yang setara dengan komputer.

Persoalannya, banyaknya fungsi dan fitur yang ditanamkan dalam ponsel cerdas ini, tetapi tidak semua fungsi dan fitur itu digunakan secara maksimal. Karena pada kenyataannya, tidak semua fungsi dan fitur baik dalam bentuk perangkat lunak dan keras dimanfaatkan sepenuhnya oleh konsumen.

Mereka yang menggunakan ponsel cerdas rata-rata hanya menggunakan fungsi dan fitur umum seperti melakukan dan menerima panggilan teleponi, pesan singkat SMS, menerima e-mail, atau menjalankan aplikasi jejaring sosial seperti mengakses Facebook, Twitter, Yahoo Messenger, dan lainnya.

Dalam persentase, mungkin maksimum hanya 20 persen saja dari keseluruhan fungsi dan fitur yang digunakan konsumen memanfaatkan ponsel cerdas dalam kehidupan sehari-harinya. Selebihnya adalah marketing gimmick, yang kebanyakan konsumen terbuai dalam pikirannya ”mungkin menarik untuk dimiliki” dan belum tahu apa manfaatnya dalam menjalankan kehidupan digital sehari-hari.

Unik

Kenyataan ini yang mendorong Sony Ericsson, perusahaan ponsel patungan Swedia-Jepang, secara radikal ingin mengembalikan keajaiban teknologi masa depan kembali pada fungsinya. Sony Ericsson, yang masuk dalam lima besar perusahaan ponsel dunia, belum lama ini memperkenalkan seri XPERIA Pureness yang menggabungkan desain futuristik dan teknologi masa lalu.

Ponsel candybar yang terbilang mahal dengan harga mendekati sekitar 1.000 dollar AS dengan berat sekitar 70 gram itu dirancang untuk menantang teknologi mutakhir yang sekarang didorong paksa ke konsumen. XPERIA Pureness dirancang untuk menjadi antitesa ponsel cerdas dari berbagai kategori dan sistem operasi yang sekarang populer digunakan di mana saja di dunia.

Menempatkan elemen yang disebut ”talk, text, time,” Pureness hanya bisa digunakan untuk melakukan atau menerima panggilan teleponi serta mengirim pesan singkat SMS. Upaya ini menjadi lebih berani ketika layar yang digunakan pun hanya hitam putih, layar yang jarang sekali digunakan sejak ponsel pertama kali digunakan.

Bedanya, unsur futuristik pada Pureness sangat kental dengan menampilkan layar LCD tembus pandang menjadikan ponsel ini unik dan berbeda. Memiliki dimensi 102 x 43 x 13 milimeter, Pureness juga memiliki keunikan hanya menampilkan tombol angka ketika disentuh. Dalam keadaan menunggu, Pureness adalah ponsel yang ramping dan minimalis, cocok untuk mereka yang hanya perlu berteleponi dan SMS.

Layanan pribadi

Salah satu fitur lain yang termasuk futuristik pada Pureness ini adalah tersedianya akses layanan eksklusif yang hanya ada pada ponsel sederhana buatan Sony Ericsson ini. Layanan yang disebut sebagai Pureness Concierge memberikan berbagai jenis layanan kepada pengguna Pureness yang memang memiliki kesibukan bepergian dari satu tempat ke lainnya.

Sony Ericsson melakukan kerja sama dengan pihak ketiga Quintessentially memberikan berbagai macam layanan, mulai dari pemesanan tiket pesawat, tiket konser, pemesanan hotel, penjemputan di bandara, pemesanan meja di restoran, dan sebagainya. Fitur ini masuk dalam kategori ”mobile butler” yang siap sedia membantu 24 jam.

Layanan ini juga tersedia di ponsel Vertu yang termasuk paling mahal di dunia. Sayangnya, layanan ”mobile butler” ini tidak memiliki tombol semacam hotline yang memungkinkan penggunanya hanya menekan tombol ketika membutuhkan layanan dan tidak sempat dilakukan sendiri karena kesibukannya.

Secara keseluruhan, XPERIA Pureness adalah gabungan antara kesederhanaan, fungsi dasar teleponi, dan desain serta layanan futuristik. Pureness sendiri memiliki sistem telekomunikasi canggih dengan sistem UMTS HSPA yang mampu memberikan akses kecepatan tinggi seluler sampai dengan 7,2 mbps.

Dan Sony Ericsson harus bangga dengan Pureness yang mampu menjadi antitesa ponsel cerdas tetapi pemanfaatan fungsinya sangat minim. Pureness adalah kembali ke fungsi utama sebuah ponsel, melakukan dan menerima panggilan teleponi dan pesan singkat SMS.

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:04 WIB


Perdagangan Bebas Ancam Produk Herbal Lokal

PERDAGANGAN

Pasar Produk Herbal Terancam

SEMARANG - Pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas atau FTA ASEAN-China akan berdampak pada membanjirnya produk herbal asal China di Indonesia. Ini menyulitkan pengusaha jamu dalam negeri.

”Produk China mudah masuk, sementara produk lokal tidak bisa keluar,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Charles F Saerang, Kamis (14/1) di Semarang. Banyak pengusaha jamu yang berusaha mengekspor produk ke beberapa negara Asia, tetapi ditolak di negara tujuan karena masalah perizinan.

Omzet penjualan jamu di Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 8,5 triliun. Sementara omzet yang didapat pengusaha jamu China di Indonesia Rp 4 triliun.

China, kata Charles, sangat peduli dengan pemasaran produk herbalnya. Ini, antara lain, dengan mengaitkan industri herbal dengan pariwisata. FTA ASEAN-China juga mengancam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri tas.

Untuk itu, kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Ade Sudradjat, pengusaha TPT Jabar mengusulkan penukaran 53 pos tarif dari produk yang banyak diproduksi di dalam negeri dengan pos tarif produk yang tidak terlalu banyak diproduksi di dalam negeri.

Selain itu, merger dengan pengusaha China bisa jadi salah satu jalan keluar. Tonny Harjanto, pengusaha garmen di Bandung, berpendapat, kerja sama dengan pengusaha China dapat memperluas pasar ekspor.

Menurut Ade, kerja sama atau pengambilalihan perusahaan tekstil lokal oleh pengusaha China diperlukan agar nasib buruh terselamatkan. Tahun 2007-2009, ketika bea masuk produk tekstil turun dari 12 persen menjadi 5 persen, 270 perusahaan lokal tutup, tetapi tergantikan dengan pendirian 120 perusahaan asal Korea Selatan karena dapat menyerap 180.000 tenaga kerja.

Di pasar tas dalam negeri, menurut Musliha, pengusaha tas dari Kendal, Jawa Tengah, sejak Desember 2009 permintaan berkurang. ”Konsumen menunggu tas impor dari China. Aneh memang, konsumen kita lebih suka produk impor daripada produk sendiri,” kata dia. (ADP/GRE)

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 02:40 WIB

o

Soelaiman, Pegiat Produksi Energi Alternatif

Soelaiman, Inovator Bocah Ndeso. (Foto:Kompas/Nawa Tungga)***

Soelaiman, Inovator "Bocah Ndeso"

Oleh NAWA TUNGGAL

Di desa ia merasa menemukan segalanya. Dia adalah Soelaiman Budi Sunarto, penggiat produksi energi alternatif berupa produk bioetanol. Produk itu dia sebut sebagai barang lama karena lebih dari 700 tahun silam sudah dikenalkan para prajurit Kubilai Khan tatkala menyerang Kerajaan Singosari di Jawa Timur. Masyarakat Jawa kemudian mengenalnya sebagai ciu.

Budi sedikitnya menggarap 20 teknik rekayasa untuk berbagai keperluan di Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Di daerah lereng Gunung Lawu itu ia meraih obsesi: di desa turut membangun bangsa, mengolah apa pun menjadi apa saja yang bermanfaat.

Sejak 1998, Budi, panggilannya, memutuskan tidak lagi menjadi karyawan di Jakarta ataupun di Kota Semarang. Ia mendirikan Koperasi Serba Usaha Agro Makmur di Desa Doplang. Salah satunya memproduksi bioetanol dari singkong dan dipasarkan sebagai pengganti bensin.

Tidak hanya bahan baku bioetanol, Budi juga merancang teknologi kompor sederhana berbahan bakar hemat etanol. Kompor yang banyak diminati masyarakat itu disingkatnya menjadi kompor ”bahenol”. Kompor berapi biru yang lebih cepat panas, tidak berasap, dan tidak membakar medianya.

Budi pun mengembangkan produksi bahan bakar gas metana dari biogas. Dia merancang albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah. Ukuran tinggi albakos 95 sentimeter, bagian tabung berdiameter 50 sentimeter, dan berbobot 60 kilogram. Alat ini mampu menampung enam kilogram sampah organik kering, seperti ranting, dedaunan, limbah pertanian, dan limbah perkebunan.

Dengan albakos, sampah diubah menjadi gas metana untuk menyalakan kompor atau generator listrik berkapasitas 1.000 watt atau bisa digunakan selama sekitar dua jam.

Budi juga mengembangkan teknologi budidaya jamur. Suatu ketika ia dijuluki ”Raja Polibag” karena keberhasilannya membuat komposisi isi polybag yang mampu meningkatkan produksi jamur tiram dan kuping secara drastis. Pesanan ribuan polybag siap pakai pun berdatangan setiap hari.

Pria ini juga memproduksi cairan mikroorganisme katalis atau pemercepat proses pelapukan sampah organik. Ia juga mengembangkan pupuk cair organik. Tetapi, energi alternatif paling menarik baginya.

Alasan Budi, itu sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Hingga yang terbaru atau paling akhir, pada pengujung tahun 2009 ia berhasil menginovasi elpiji untuk mengganti bensin sebagai bahan bakar sepeda motor.

”Entah di desa atau di kota, hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor. Elpiji lebih murah dan bisa menggantikan bensin sebagai bahan bakar motor,” kata Budi.

Sepeda motor berbahan bakar elpiji itu sudah diuji coba di hadapan warga dan perangkat Desa Doplang. Elpiji terbukti mampu menjalankan mesin sepeda motor hingga jarak tempuh yang relatif cukup jauh. Untuk jarak sekitar 200 kilometer, dengan beban penumpang 60 kilogram, digunakan satu kilogram elpiji.

Tabung elpiji dengan ukuran tiga kilogram itu diikatkan pada bagian belakang jok motor. ”Nantinya akan lebih rapi kalau tabung itu disimpan pada boks di belakang jok,” ujar Budi.

Kepala Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT) Mohammad Oktaufik, ketika dimintai pendapat tentang temuan Budi itu, mengatakan, ”Secara teori itu bisa. Teknologi bahan bakar gas ini tidak dikembangkan sebelumnya karena kendala pada distribusi yang lebih rumit dibandingkan pada distribusi bahan bakar cair.”

Tak pedulikan paten

Layaknya inovator lainnya, karya Budi di Desa Doplang mendapatkan beberapa penghargaan. Anehnya, Budi seolah tidak peduli untuk mendapatkan hak paten bagi setiap karyanya. Ia menyebut dirinya sebagai inovator bocah ndeso yang tak mampu membiayai paten dari setiap inovasinya.

Biaya resmi paten mungkin tidak mahal. Tetapi, untuk proses mengurusnya, biayanya bisa berkali-kali lipat mahalnya. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah selama ini juga relatif belum beres mengurus paten dengan baik dan cepat.

Maka, ia memilih berusaha menemukan hal-hal baru. Di Koperasi Serba Usaha Agro Makmur Desa Doplang, Budi juga mengumpulkan anak-anak muda untuk dididik usaha kemandirian dengan sumber daya alam dari desa. Para peserta didik setiap pagi diwajibkan menampung air seninya untuk pembuatan pupuk ion tersebut.

Istilah ”200 watt” dimaksudkan cairan pupuk itu mampu menjadi penghantar listrik yang baik. Uji cobanya dengan mengalirkan listrik melalui penghantar cairan pupuk ion organik itu telah berhasil menyalakan empat bola lampu yang jumlah keseluruhan dayanya mencapai 200 watt.

”Makin besar daya kemampuan menghantarkan listrik, pupuk ion organik makin baik untuk tumbuhan,” ujar Budi.

Mengapa dipilih air seni manusia? Budi berujar, manusia itu pemakan segalanya. Maka, nutrisi yang dikandung pasti tergolong lengkap dan paling baik. Sisa kandungan nutrisi terbaik itu masih bisa diperoleh melalui air seni.

Beberapa waktu lalu, sejumlah peserta didik Koperasi Serba Usaha Agro Makmur di Karanganyar mempraktikkan dan menunjukkan kepada Kompas keandalan Pupuk Ion Organik 200 Watt disertai tiga sampel pupuk cair organik bermerek lainnya.

Pupuk Ion Organik 200 Watt dengan sempurna menyalakan empat bola lampu dengan kapasitas 200 watt. Adapun pupuk cair organik lainnya hanya meredupkan bola-bola lampu tersebut.

”Saya ini orang keturunan Tionghoa yang terbiasa hidup di kota. Tetapi, saya telah merasakan betul kelimpahan sumber daya di desa,” kata Budi tentang keputusannya berkarya di desa.

Di desa dia menemukan segalanya. ”Kalau saja pembangunan bangsa ini dimulai dari desa, negara ini pasti maju,” ujarnya.

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 02:27 WIB

BSS: Bumi Sejuta Sapi atau Bagai Slogan Saja?

PETERNAKAN SAPI

Seorang pekerja mengantarkan hijauan untuk sapi yang ditambat di kebun pakan milik majikannya. Masalah pakan menjadi salah satu kendala dalam pengembangan budidaya ternak sapi di Nusa Tenggara Barat. (Foto:Kompas/Frans Sarong)***

PETERNAKAN

BSS: Bumi Sejuta Sapi atau Bagai Slogan Saja?

Oleh KHAERUL ANWAR

Provinsi Nusa Tenggara Barat mencanangkan program Bumi Sejuta Sapi’ atau BSS. Populasi ternak ruminansia itu sejumlah sejuta ekor dicapai dalam periode 2008-2013, yqng merupakan masa kepemimpinan HM Zainul Majdi dan Badrul Munir selaku Gubernur NTB dan Wakil Gubernur NTB.

Program BSS punya alasan yang kuat di antaranya dari aspek budaya menyusul Lombok dan Sumbawa pernah menjadi gudang ternak sapi bali, malah tahun 1831 sapi asal Lombok diekspor ke Singapura, kata Gubernur Majdi.

Untuk mencapai sasaran itu, ada lima isu strategis berupa peningkatan populasi ternak, dengan indikator tercapainya panen pedet (anak sapi) 93.450 ekor tahun 2009, kemudian swasembada daging tahun 2010, yang indikatornya substitusi impor 20.000 ekor dari 350.000, serta peningkatan konsumsi daging.

Tahun 2011 peningkatan standar mutu daging, tahun 2012 peningkatan pendapatan petani dan nilai investasi mencapai Rp 3,1 triliun, dengan indikator peningkatan transaksi jual beli, sehingga tahun 2013 akan terwujud populasi sejuta ekor yang ditunjukkan oleh angka kelahiran 70 persen.

Untuk merealisasikan isu pertama, Pemprov NTB memberikan paket bantuan 113 ekor sapi pejantan senilai Rp 847.500.000 kepada sembilan kelompok tani di Pulau Lombok dan Sumbawa. Dari dana itu, setiap kelompok tani mendapatkan Rp 15 juta-Rp 120 juta yang digunakan membeli 6-16 ekor sapi.

Target sejuta sapi itu, kata Abdul Samad, Kepala Dinas Peternakan NTB, diikuti bantuan induk sapi dengan sistem bergulir, yaitu bantuan betina produktif diberikan kepada petani peternak yang tergabung dalam kelompok peternak. Jika melahirkan, anak sapi itu jadi milik petani.

Setelah tujuh-delapan bulan, pemeliharaan induk sapi itu berpindah tangan ke sesama anggota kelompok. Proses perguliran berjalan lima-enam kali, kemudian induk sapi itu dijual yang hasilnya digunakan modal membeli sapi lain.

Target sejuta ekor sapi itu diikuti dengan menekan tingkat kematian anak sapi secara bertahap dari 20 persen tahun 2008 menjadi 10 persen tahun 2009. Sedangkan jumlah kelahiran dinaikkan menjadi 70-80 persen pada periode lima tahun, yang tahun 2008 tingkat kelahirannya 62 persen. Diharapkan, seekor betina melahirkan satu ekor dalam setahun, semula hanya dua ekor dalam tiga tahun.

Pengeluaran sapi bibit pun dibatasi, yang semula rata-rata 13.000 ekor, dikurangi jadi 8.500 ekor setahun, dan sisanya 4.900 ekor sebagai stok induk dan pejantan di daerah. Populasi sapi bali di NTB tahun 2008 mencapai 546.114 ekor yang antara lain dikirim ke sejumlah daerah di Pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Program ini direspons Bank BRI Cabang Praya, Lombok Tengah. Kata kepala cabangnya, Irwandi Yusuf, mengucurkan skema Kredit Ketahanan Pangan (KKP) untuk penggemukan sapi sebesar Rp 20,6 miliar dari plafon Rp 24,8 miliar yang tersedia bagi 114 kelompok peternak. Kredit ini suku bunganya 15,25 persen per tahun. Namun, hanya 8,25 persen yang dibebankan kepada peternak karena pemerintah pusat menyubsidi bunga kredit tersebut sebesar tujuh persen.

BRI Cabang Selong, Lombok Timur, mengucurkan KKP sebesar Rp 2,9 miliar. Kemudian Bank NTB mengalokasikan kredit untuk itu sejumlah Rp 40 miliar, meski Mei 2009 belum ada yang disalurkan kepada peternak.

Irwandi, kredit yang disalurkan Bank BPD Cabang Praya bermasalah alias macet pengembaliannya sebesar 17 persen, melampaui batas maksimal lima persen. Tidak dirinci penyebab kredit macet, tetapi dikatakan masalahnya pada peternak.

Dahlanuddin, pakar nutrisi ruminansia, dan dosen pada Fakultas Peternakan Universitas Mataram serta Koordinator Program Australian Center for International Agricultura Research (ACIAR), berpendapat, modal membeli sapi hanyalah satu persoalan dari banyak hal mendasar yang belum tersentuh saat ini.

Sistem budidaya ternak masyarakat di NTB, misalnya, umumnya masih sangat sederhana. Di Kabupaten Sumbawa dikenal sistem Lar dan Kabupaten Bima dan Dompu disebut So, yaitu sapi dibiarkan cari makan sendiri di ladang penggembalaan tanpa ada kontrol terhadap kesehatan ternak itu.

Di Lombok, sistem pemeliharaannya agak berbeda: sapi dikandangkan, meski kandang dibiarkan kotor, pemiliknya mencarikan rumput untuk makanan ternaknya karena ”hanya 37 persen peternak dari total peternak tidak memiliki lahan untuk budidaya pakan. Akibatnya, peternak menyabit rumput di pinggir jalan,” ujar Hermansyah Fany, dosen Fakultas Peternakan Unram.

Indikasinya pada musim kemarau ini, para peternak dari Lombok Tengah bahkan Lombok Timur berbondong-bondong memburu mengarit rumput ke Lombok Barat bahkan Kota Mataram, dengan menumpang truk.

Di wilayah Kabupaten Sumbawa, Lar kini tinggal 59 titik mengingat Lar lain di setiap desa diklaim sekelompok orang sebagai hak milik, bahkan terpangkas untuk pembangunan jalan, perumahan, dan fasilitas umum. Tanpa ketersediaan pakan yang cukup sebagai bahan nutrisi, mustahil tumbuh kembang sapi berjalan dengan baik.

Dahlanuddin juga meragukan implementasi program BSS ini di lapangan karena melihat masih kurangnya pendampingan kepada peternak oleh petugas penyuluh lapangan (PPL). Lewat PPL-lah petani mendapat motivasi, berkonsultasi, dan mengadukan persoalan setiap saat. Celakanya, tidak sedikit PPL yang jarang mendampingi peternak di lapangan karena mungkin dengan bekerja ”seadanya” mereka sudah mendapatkan gaji bulanan.

Jujur atau tidak, program BSS ini diadopsi dari program ACIAR yang mulai menampakkan hasilnya dua tahun terakhir ini, setelah didahului penelitian sejak tahun 2000 dilanjutkan dengan menyusun program yang terencana dan terarah, diperkuat dengan sumber daya manusia yang mau bekerja optimal.

Artinya, semua pihak terkait, khususnya instansi teknis, tidak sekadar berwacana mengatakan BSS sebagai proyek mercu suar, melainkan harus bekerja keras, ibarat peribahasa ”sedikit bicara banyak kerja”, jangan dibalik, malah nantinya BSS diterjemahkan seperti judul di atas.

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 02:28 WIB


Program Sapi Harus Masuk "Posyandu"

PEMBUDIDAYAAN SAPI

Biar Produktif, Sapi Harus Masuk "Posyandu"

Agar kesehatannya tetap terpantau, sapi mesti dipelihara secara intensif seperti punya kandang kolektif yang berfungsi semacam pos pelayanan terpadu (posyandu), dan dilengkapi alat timbang untuk memonitor perkembangan berat badannya. Di dalam kandang itu ada pula seekor pejantan (perame) selaku ”gigolo” yang siap mengawini puluhan betina atau perinak yang datang masa berahinya.

”Keadaan menuntut demikian, sebab kalau dibiarkan merumput sendiri, energinya banyak terbuang, apalagi dengan segala keterbatasan pemiliknya, menjadikan sapi tidak terkontrol perawatannya serta melambat perkembangan populasinya,” ujar Dahlanuddin, Kordinator Program Australian Center for International Agricultura Research (ACIAR), yang pakar nutrisi ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Dalam kandang kumpul itu berlangsung berbagai aktivitas bertalian dengan induk sapi, sejak masa kebuntingan, beranak, menyusui, penyapihan, termasuk soal produksi, reproduksi, penimbangan anak sapi (pedet) dan lainnya. Sapi yang dipilih untuk dikandangkan adalah sapi bali sebagai bentuk pelestarian plasma nutfah ternak itu di NTB.

Kandang pun dibuat sedemikian rupa, yaitu satu bilik khusus atau kandang perkawinan yang dihuni seekor pejantan unggul yang dipilih secara selektif. Bilik lainnya yang mengelilingi bilik khusus itu dihuni sapi betina. Karena berada di satu tempat, bisa diketahui masa berahi pejantan dan betina sehingga perkawinan dilakukan tepat waktu, tidak meleset.

”Selama ini sapi betina hanya bisa melahirkan dua kali dalam tiga tahun, tetapi dengan cara ini satu induk sapi dapat melahirkan satu kali setiap tahun (diistilahkan Tiga S > Satu induk, Satu Anak, Satu tahun),” tutur Hermansyah Fany, Program Specialist Team ACIAR, yang dosen Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Kelahiran induk sapi memang diatur, misalnya periode Juni-Desember adalah masa proses perkawinan pejantan dan induk. Diharapkan kelahiran terjadi periode April-Mei, saat musim hujan ketika sumber pakan melimpah, agar sapi tidak kekurangan bahan pakan. Setelah nifas, atau sekitar 21 hari kemudian sapi bisa dikawinkan lagi karena sapi bisa berahi kembali, yang berlangsung antara tiga hari dan tujuh hari, begitu seterusnya.

Strategi ini juga mesti didukung bahan pakan bergizi yang cukup berupa hijauan seperti rumput, lamtoro, dan daun turi yang tersedia di lokal asal peternak, maupun hijauan unggul impor dari Australia dan Thailand seperti Brachiaria mullato, Brachiaria documbens dan Setaria.

Aspek sanitasi kandang juga menjadi salah satu perhatian utama, sebab penyakit ataupun kematian anak sapi khususnya biasanya berawal dari kandang yang kotor. Boleh jadi susu induk sapi menyentuh lantai kandang yang kotor oleh kuman dan bakteri sebelum menyusui sang anak.

Model pemeliharaan sapi seperti ini adalah hasil penelitian mulai tahun 2000. Dari penelitian itu ditemukan berbagai persoalan mendasar, di antaranya kebanyakan peternak memelihara sapi di dalam kandang kumpul, yang dijaga setiap peternak secara bergiliran setiap malam. Pola pemeliharaan ini guna memperkecil ruang gerak kawanan garong yang memboyong sapi para peternak di pedesaan Pulau Lombok.

Karena kandang kolektif merupakan kombinasi pemeliharaan dan penggemukan, maka diperlukan pembenahan manajemen pemeliharaan, produksi dan reproduksi, serta perbaikan pakan ternak untuk penggemukan termasuk ketersediaan areal untuk budidaya hijauan.

Dengan daun turi dan rumput lapangan, merujuk penelitian Dahlanuddin, kenaikan berat badan rata-rata 0,475 kg per hari, atau 0,3 kg per hari jika pakannya rumput alam saja. Di Bali dengan pakan konsentrat kenaikan berat badan sapi bisa mencapai 0,6 kg per hari.

Keterbatasan hijauan itu terindikasi di musim kemarau. Para peternak yang berasal dari beberapa desa yang krisis air di Lombok Tengah dan Lombok Timur kesulitan mendapatkan hijauan di daerah asal. Dengan menyewa truk, mereka memburu rumput ke daerah yang relatif subur di Lombok Barat.

Hasil pemantauan ini kemudian diramu sedemikian, lalu kaji tindak penelitian dipusatkan di Lombok Tengah tahun 2007. ACIAR kemudian menyokong dana Rp 6 juta untuk membeli sapi pejantan, selain melakukan pendampingan pada peternak. Dalam dua tahun ini program ini membuahkan hasil menggembirakan.

Dari 24 kelompok binaan ACIAR di Lombok Tengah, angka kelahiran mencapai 90 persen atau lebih tinggi dari rata-rata kelahiran berdasarkan data Dinas Peternakan NTB sebesar 51,7 persen, malah lebih baik ketimbang tingkat keberhasilan kawin suntik (inseminasi buatan/IB) di Kabupaten Lombok Barat yang mencapai 16,3-23,25 persen.

Kemudian bobot lahir anak sapi juga meningkat menjadi rata-rata 15-16 kg, malah ada yang 22 kg, dari bobot lahir anak sapi bali umumnya 13 kg. Begitu pun tingkat kematian ditekan menjadi 5,7 persen (tahun 2009), atau di bawah angka kematian rata-rata NTB, 15 persen. Menurut penelitian tingkat kematian sapi bali di Bali 8,5 persen, di Sulawesi Selatan 8 persen, dan di Nusa Tenggara Timur sebesar 48 persen.

”Dari 35 ekor induk, 25 ekor di antaranya melahirkan dua bulan lalu. Tidak ada anak sapi yang mati,” ujar Fathul Hayi, On Grown Team ACIAR, petugas penyuluh lapangan yang bertugas di Desa Batu Nyala, Lombok Tengah.

Hasil-hasil itu mematahkan mitos seperti pejantan terlalu sering dikawinkan akan menjadi kurus. Realitas di lapangan menyebutkan, seekor pejantan sapi bali unggul mampu mengawini 100 ekor betina. Padahal, instansi teknis merekomendasi seekor pejantan maksimal mengawini 50 ekor betina.

Mengingat keterbatasan bahan pakan, peternak menanami sawahnya dengan hijauan. Alwi, warga Dusun Lelong, Desa Kelebuh, Lombok Tengah, umpamanya. Sawahnya seluas tiga are, seusai bercocok tanam padi, sebagian besar untuk budidaya hijauan makanan hewan, sisanya ditanami palawija.

Alwi sempat bertengkar dengan mertuanya, yang ingin sawahnya ditanami padi dan palawija, bukan rumput. Namun, ia berhasil membungkam mertuanya karena satu ekor sapi hasil penggemukannya bisa dijual Rp 6 juta.

Manfaat lain dari model pemeliharaan ini terlihat pada pemilik sapi pejantan. Pasalnya, pemilik sapi betina harus membayar ”mas kawin” kepada pemilik sapi pejantan sebesar Rp 20.000 untuk anggota kandang kumpul, dan Rp 25.000 untuk peternak bukan anggota kandang kelompok.

Rumawan, siswa kelas II Jurusan Multimedia SMK I Praya Tengah, mengatakan, seekor sapi pejantan milik pamannya yang dipeliharanya sudah mengawini 36 ekor sapi betina. Dari mas kawin sapi itu, warga Dusun Sukadana, Desa Jurang Jaler, Lombok Tengah, bisa membiayai sekolahnya.

”Semula, pulang sekolah, main-main, atau nonton televisi,” ungkapnya. Kini, Rumawan sibuk memberi makan dan memandikan sapinya, malah sapi itu diberinya penambah tenaga berupa dua butir telur ayam saban pagi, ”biar dia tambah kuat dan tangguh melayani betina,” tuturnya.

Program ini selain menimbulkan sikap kewaspadaan, juga memacu semangat berkompetisi antarpeternak, terutama meningkatkan berat badan ternaknya yang ditimbang tiap tiga bulan sekali. ”Pemilik yang berat sapinya tidak naik-naik, jadi bahan olok-olok peternak,” tutur Fathul Hayi. (RUL)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 02:29 WIB

 

Site Info

free counters

Followers

bisnisreang@yahoo.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template