Senin, 20 September 2010

Kepercayaan Konsumen Perlu Dijaga

ANALISIS DANAREKSA

Kepercayaan Konsumen Perlu Dijaga

Oleh Asti Suwarni

Di tengah-tengah berita membaiknya perekonomian global, kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap keadaan ekonomi di Indonesia ternyata menurun dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus menurun sejak bulan Juni 2010.

Pada Agustus 2010, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) bahkan mencapai level terendah sejak Januari 2009.

Penurunan tersebut perlu diwaspadai karena, selain menggambarkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap keadaan ekonomi di Indonesia, IKK juga mencerminkan daya beli konsumen Indonesia. Jadi, IKK yang menurun juga menunjukkan daya beli konsumen yang menurun.

Fakta ini sangat penting mengingat belanja konsumen memberi kontribusi lebih dari 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) kita.

Jika IKK terus menurun (yang berarti daya beli konsumen Indonesia juga terus menurun), bisa jadi pertumbuhan ekonomi kita akan terganggu.

Sebaliknya, jika IKK semakin kuat (yang berarti daya beli konsumen juga semakin kuat), pertumbuhan PDB kita juga akan semakin membaik.

Daya beli konsumen yang masih kuat ini pula yang turut membantu menyelamatkan perekonomian Indonesia pada masa krisis global beberapa waktu lalu.

Di tengah berita banyaknya negara yang mengalami pertumbuhan negatif saat krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, Indonesia ternyata berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi positif.

Aktivitas perekonomian yang masih kuat tersebut didukung oleh pengambilan kebijakan yang tepat pada saat itu sehingga suku bunga dan inflasi di Indonesia relatif terkendali.

Selain itu, aktivitas perekonomian Indonesia yang masih kuat tersebut ternyata didukung pula oleh daya beli masyarakatnya yang masih kuat, seperti ditunjukkan oleh IKK yang relatif cukup tinggi pada saat itu.

Pada Januari 2007, IKK Indonesia berada pada level 84,8 dan pada Februari 2009 IKK masih berada di level 82,9.

Memang, pada Juni 2008, IKK Indonesia sempat mencapai level terendah setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhir Mei 2008. Meski demikian, pada Juli 2008, IKK Indonesia kembali menunjukkan tren naik.

Berbeda dengan Amerika ataupun Jepang, misalnya, IKK Amerika sudah menunjukkan tren menurun sejak pertengahan tahun 2007.

Dari level yang berada di atas 100 (yang menunjukkan bahwa konsumen masih merasa optimistis) pada Juli 2007, IKK menurun terus hingga berada di level 25 pada Februari 2009.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Amerika merasa sangat pesimistis untuk membelanjakan uangnya saat itu.

Begitu pula dengan IKK di Jepang juga mengalami penurunan. Pada Januari 2007, IKK Jepang masih berada di level 48,4.

Namun, setelah itu, IKK Jepang menunjukkan tren menurun sehingga berada di level 27 pada Januari 2009. Jadi, mirip dengan Amerika, konsumen di Jepang enggan untuk membelanjakan uangnya saat itu.

Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika belanja konsumen di kedua negara tersebut tidak banyak membantu meningkatkan aktivitas perekonomian di negara mereka saat itu (walaupun pemerintah di kedua negara tersebut telah memberikan bantuan paket stimulus untuk membantu pemulihan ekonomi di negara mereka).

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di kedua negara ini sempat negatif saat krisis global beberapa waktu lalu.

Seiring dengan pemulihan ekonomi global, IKK Amerika dan Jepang menunjukkan tren naik. Begitu pula dengan IKK Indonesia yang juga menunjukkan tren naik dan sempat mencapai level 93,8 pada Agustus tahun lalu.

Namun, setelah itu, IKK Indonesia mulai menunjukkan tren menurun. Penurunan IKK yang berkelanjutan (yang juga berarti penurunan daya beli konsumen) dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa mendatang karena belanja konsumen memberi kontribusi lebih dari 60 persen terhadap PDB.

Oleh karena itu, kepercayaan konsumen perlu dijaga agar tidak terus menurun. Untuk itu, perlu diketahui apa penyebab utama menurunnya IKK dalam beberapa bulan terakhir.

Harga pangan tinggi

Menurut survei yang dilakukan Danareksa Research Institute terhadap 1.700 rumah tangga Indonesia untuk mendapatkan gambaran persepsi rumah tangga terhadap kondisi perekonomian, pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja, ada tiga masalah utama yang dikhawatirkan masyarakat selama beberapa tahun terakhir.

Masalah tersebut adalah tingginya harga bahan makanan, tingginya harga dan kelangkaan BBM, dan ketersediaan lapangan kerja. Masalah yang dihadapi konsumen ini tentu saja akan berpengaruh pada pergerakan IKK.

Mereka menyatakan bahwa masalah tersebut telah memberikan dampak negatif terhadap kondisi perekonomian di daerah mereka dalam tiga bulan terakhir.

Dari ketiga masalah tersebut, masalah yang paling menonjol adalah kekhawatiran terhadap tingginya harga bahan makanan. Kekhawatiran masyarakat ini berkorelasi negatif dengan IKK sebesar -0,83.

Artinya, jika persentase konsumen yang khawatir terhadap tingginya harga pangan naik, IKK cenderung menurun.

Sebaliknya, apabila persentase konsumen yang khawatir terhadap tingginya harga pangan turun, IKK cenderung meningkat.

Pada waktu kenaikan harga BBM pada Mei 2008, lebih dari 80 persen konsumen yang disurvei menyatakan kekhawatiran mereka terhadap harga bahan pangan.

Hal ini tentu saja berpengaruh negatif terhadap pergerakan IKK. Pada Juni 2008, IKK sempat mencapai level terendahnya sepanjang sejarah survei, yaitu pada level 81,7.

Meskipun demikian, dengan pengambilan kebijakan yang tepat pada saat itu (sehingga suku bunga dan inflasi relatif terkendali), kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan harga bahan pangan semakin berkurang.

Pada Agustus 2009, kurang dari 50 persen konsumen yang disurvei saat itu merasa khawatir terhadap harga pangan.

Akan tetapi, persentase konsumen yang merasa khawatir terhadap harga pangan kembali naik dalam beberapa bulan terakhir ini.

Bahkan, pada Agustus 2010, sebanyak 77,2 persen konsumen yang disurvei menyatakan kekhawatiran mereka terhadap tingginya harga pangan.

Kekhawatiran ini memang beralasan. Harga bahan pangan memang mengalami kenaikan dalam beberapa bulan terakhir.

Salah satu pemicu kenaikan harga komoditas pertanian tersebut adalah terjadinya gangguan cuaca di beberapa wilayah Indonesia sehingga membuat panen terganggu.

Selain itu, kenaikan ini juga disebabkan oleh faktor musiman, yaitu Ramadhan dan Idul Fitri pada bulan Agustus dan September, yang biasanya memicu kenaikan harga pangan secara signifikan.

Akibatnya, inflasi makanan mengalami kenaikan. Pada bulan Juni, inflasi bulanan makanan mencapai 1,94 persen dan bulan Juli naik lebih tinggi lagi menjadi 2,89 persen.

Keadaan ini membuat inflasi bulanan umum (keseluruhan) naik sebesar 0,97 persen pada bulan Juni dan naik sebesar 1,57 persen pada bulan Juli.

Untungnya, pemerintah cukup tanggap dalam mengendalikan harga pangan. Pada Agustus 2010, inflasi bulanan makanan sudah turun mencapai 0,56 persen sehingga inflasi bulanan umum mencapai 0,76 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka pada bulan-bulan sebelumnya.

Pengendalian harga pangan ini perlu terus dipertahankan sehingga kepercayaan konsumen dapat meningkat kembali. Dengan demikian, masyarakat dapat membantu meningkatkan aktivitas perekonomian (mengingat belanja konsumen memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB kita).

Asti Suwarni,

Economist Danareksa Research Institute

Source : Kompas, Senin, 20 September 2010 | 02:57 WIB

0 Comments:

 

Site Info

free counters

Followers

bisnisreang@yahoo.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template