Sabtu, 19 Februari 2011

Menjadi Plus Satu dari China

Jumat,

18 Februari 2011

Bisnis Reang Online

PERSAINGAN

Menjadi Plus Satu dari China

Penumpang kereta api supercepat melintasi daerah industri yang padat di luar kota Shanghai, China. Kemajuan ekonomi China ditandai dengan tumbuhnya daerah industri yang tampak hampir di seluruh pelosok China. (KOMPAS/JULIAN SIHOMBING)***

Ini penuturan seorang eksekutif perusahaan multinasional. Perusahaannya berencana membangun pabrik baru untuk memasok pasar Asia Tenggara. Mendengar rencana itu, Pemerintah Indonesia sangat antusias menjadikan Indonesia sebagai lokasi pabrik.

Adalah satu pejabat meminta eksekutif tersebut membuka wawasan para birokrat tentang pentingnya aspek keunggulan kompetitif dalam menangkap peluang investasi semacam itu. ”Perusahaan multinasional tentu bukan hanya melihat potensi pasar domestik, tetapi juga potensi pasar regional, bahkan internasional. Dalam konteks inilah, aspek keunggulan kompetitif berinvestasi di Indonesia menjadi kata kunci. Sayangnya, tidak semua birokrat memahami hal ini,” papar eksekutif tersebut.

Sebagai contoh, dalam hal insentif fiskal, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN. Singapura dan Malaysia berani memberikan keringanan pajak sampai 100 persen untuk industri pionir, sementara Indonesia maksimal 30 persen.

Indonesia juga kurang kompetitif dari segi kualitas infrastruktur yang menjadi syarat dasar untuk lebih unggul. Menurut USAID (2008), biaya angkut peti kemas di pelabuhan terbesar di Indonesia, Tanjung Priok, 130 dollar AS untuk peti kemas ukuran 40 kaki, sementara di Filipina 85 dollar AS, Malaysia 70 dollar AS, dan Thailand 43 dollar AS. Biaya angkutan di darat juga lebih mahal, yaitu 34 sen dollar AS per kilometer, sementara rata-rata Asia adalah 22 sen dollar AS (The Asia Foundation, 2010).

China + 1

Peneliti industri dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, mengemukakan, daya pikat China sebagai pilihan utama investasi masih sangat kuat. Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana menjadi pendamping utama China dalam menarik investasi asing. ”Setiap negara yang berinvestasi di China menerapkan prinsip China plus 1. Mereka selalu punya satu negara alternatif investasi di kawasan tersebut untuk mengurangi risiko. Selama ini Indonesia tidak menjadi plus 1 itu,” papar Haryo.

Ia menilai, kinerja ekonomi Indonesia tidak terlalu buruk. Dari sisi tren investasi asing, terlihat terus meningkat, bahkan ketika negara lain di Asia, seperti Thailand, India, dan Taiwan, menurun.

Mengacu pada data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi 2010 mencapai Rp 208,5 triliun, terdiri dari investasi PMA Rp 60,5 triliun dan PMDN Rp 148 triliun, meningkat 54,2 persen dari 2009. Realisasi investasi tahun 2010 juga lebih tinggi 30 persen dari target pemerintah yang mematok angka Rp 160,1 triliun. Tahun 2011 pemerintah menargetkan investasi akan naik lagi menjadi Rp 240 triliun.

Menurut Haryo, dua hal utama yang perlu diperbaiki pemerintah dalam waktu dekat adalah pengendalian inflasi dan perbaikan infrastruktur. ”Terkait infrastruktur, pemerintah perlu memerhatikan soal logistik karena ciri khas ekonomi kawasan adalah jaringan produksi global. Supaya bisa lancar, pergerakan barang harus cepat,” katanya.

Meskipun ada beberapa perbaikan dilakukan pemerintah melalui program National Single Window, ia menggarisbawahi, Indonesia tetap perlu membandingkan kondisi Indonesia dengan negara di kawasan.

Deputi BKPM Bidang Pengawasan Investasi Azhar Lubis sepakat pentingnya mempercepat pembangunan infrastruktur, antara lain peningkatan kapasitas pelabuhan, sarana angkutan menuju pelabuhan (termasuk kereta api Cikarang-Tanjung Priok), percepatan pembangunan pembangkit listrik untuk mengamankan pasokan energi bagi industri baru ataupun industri yang berekspansi, dan kepastian gas untuk industri.

Menurut Azhar, rencana tersebut sudah direspons, antara lain dengan mengharuskan BUMN terkait infrastruktur membuat program lebih fokus, sebagaimana rapat para menteri dan 66 perwakilan direksi BUMN di Istana Bogor, 11 Februari 2011. Selain itu, pemerintah juga mempercepat proyek infrastruktur kerja sama pemerintah swasta.

Pengamat ekonomi Faisal Basri dalam diskusi ekonomi Kompas akhir 2010 mengatakan, Indonesia sebenarnya masih cukup dipertimbangkan oleh perusahaan multinasional sebagai target investasi. Dari laporan investasi yang dikeluarkan UNCTAD tahun lalu, Indonesia ada di urutan ke-9 negara yang paling diingat perusahaan multinasional.

Di sisi lain, survei kemudahan melakukan bisnis Bank Dunia tahun 2010 menempatkan Indonesia pada urutan ke-115 dari 183 negara, sementara Thailand posisi ke-16, Malaysia posisi ke-23, dan Vietnam di urutan ke-88.

Faisal mengatakan, persepsi adanya perbaikan daya saing Indonesia lebih disebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi Eropa. Sementara masalah mendasar seperti perbaikan infrastruktur dan penguatan institusi belum banyak perubahan. (DOTy Damayanti)***

Source : Kompas, Jumat, 18 Februari 2011

0 Comments:

 

Site Info

free counters

Followers

bisnisreang@yahoo.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template